Berkembangnya ilmu
pengetahuan di dunia modern berimplikasi langsung pada tumbuh-pesatnya
teknologi dan sarana informasi. Teknologi dan sarana informasi modern membawa
banyak kemajuan pada perabadan manusia. Dewasa ini banyak orang mulai kritis
dan melihat kembali konsekuensi-konsekuensi atas gerak perabadan modern manusia
tersebut. Diskursus atas hal tersebut bertolak dari pertanyaan apakah gerak
peradaban sungguh menjadikan manusia menemukan titik ultim ke-adab-annya atau
justru sebaliknya. Satu hal yang mulai banyak disadari oleh masyarakat adalah
fakta bahwa perabadan modern telah jauh meninggalkan sifat arif manusia kepada
alam.
Banyak fakta yang tersingkap dewasa
ini menunjukkan bahwa alam telah menjadi korban atas usaha manusia untuk semakin
menjadikan dirinya beradab. Pembukaan lahan-lahan baru perkebunan sawit di
Kalimantan yang begitu sporadis seakan begitu saja melupakan jargon yang dulu
pernah disematkan dunia pada Bumi Pertiwi: hutan adalah paru-paru dunia! Perpanjangan
kontrak perusahaan pertambangan di Papua juga menunjukkan bahwa bagaimana alam
begitu mudah dikorbankan dengan tujuan yang masih abstrak: kepentingan manusia.
Apa yang mendasari terjadinya peristiwa-peristiwa ini? Bagaimana relasi yang
tepat antara manusia dan alam?
Hidup diantara Manusia lain dan
Benda-Benda
Fakta yang
paling mendasar dari hidup manusia adalah bahwa ia terlempar ke dunia. Fakta
keterlemparan ini adalah bahwa manusia hadir dalam keadaan yang tidak tahu
akan dunia tempatnya berpijak, namun kemudian melihat ke depan dan menyusun
hidupnya. Dalam keterlemparan tersebut, manusia menyadari dirinya bahwa ia
hidup bersama manusia lain yang sama-sama terlempar dalam suatu hidup
bersama. Di samping itu, manusia juga menyadari bahwa ia berada di tengah
entitas-entitas yang tidak memiliki kesadaran seperti manusia lainnya. Fakta
keterlemparan ini menunjukkan bahwa manusia yang hidup di dunia berelasi dalam
2 dimensi yang bersama: manusia lain dan benda-benda.
Saat berelasi dengan manusia lain,
seorang manusia berelasi dengan cara yang khas sebagai sesama entitas yang
memiliki kesadaran, kehendak, dan visi. Di lain pihak, relasi manusia dengan
benda-benda di sekitarnya adalah bentuk relasi yang praktis. Manusia menggunakan
benda-benda di sekitarnya untuk tujuannya pribadi sehingga benda-benda tersebut
ada untuk manusia. Kita bisa melihat bagaimana meja, kursi, sepeda motor,
memang ada untuk tujuan manusia, dan memang kitalah yang memberikan nama dan
fungsi kepada mereka.
Relasi manusia dengan benda-benda
yang ada untuk manusia adalah bentuk relasi yang bersumber dari rasio
teknologis manusia. Dengan rasio teknologisnya, manusia selalu berpikir
mengkalkulasi hal-hal di sekitarnya untuk dijadikan sesuai kebutuhannya.
Misalnya, seorang pembuat kursi selalu berpikir bagaimana membuat kursi yang
proporsional saat ia berhadapan dengan sebongkah kayu jati. Dengan jalan
memanfaatkan alam untuk tujuannya sendiri, manusia memiliki konsekuensi bahwa
manusia harus memelihara alam. Memelihara alam lebih condong pada aspek
futuristik dari keberlangsungan hidup dari umat manusia, yaitu ketika ia
menghormati alam saat ini berarti ia juga menjalin relasi yang tepat dengan
manusia-manusia masa depan.
Kecenderungan yang Timpang: Rasio
Teknologis
Fakta-fakta
eksploitasi alam di dunia modern menunjukkan relasi yang timpang antara manusia
dengan alam. Hal ini memperlihatkan bahwa konsekuensi bahwa manusia harus
memelihara alam sebagai aspek futuristik semesta tidak dipandang penting lagi.
Konsep tentang peradaban modern telah membuat manusia jauh dari visi ke-adab-annya
terhadap alam. Keuntungan dan modernitas selama ini telah memperalat rasio
teknologis manusia hanya semata-mata untuk memanfaatkan alam demi tujuan
imajinatif manusia. Pada titik inilah terjadi suatu ketimpangan, bahwa rasio
teknologis dipisahkan dari konsekuensi untuk "memlihara" alam.
Kecenderungan yang timpang ini
tampak dalam usaha manusia untuk selalu menkalkulasi alam secara imajinatif
seturut dengan visi modernitas. Manusia tidak melihat lagi apakah: hutan yang
ditebang menjadi perumahan, kayu yang diambil untuk usaha properti, rawa-rawa
yang diuruk untuk apartemen - memiliki dampak negatif terhadap usaha ke-adab-an
itu sendiri. Kita perlu mengetahui bahwa alam memang memiliki gerak inheren
untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Akan tetapi, fakta-fakta global warming telah
menunjukkan bahwa manusialah yang menjadikan proses itu berjalan di tempat atau
mandeg!
Dengan ketidakarifan manusia pada
alam dewasa ini, manusia sebenarnya sudah mendeterminasi "masa depan"
bagi mereka yang akan tumbuh di hari depan. Sangat mungkin generasi manusia
masa depan tidak akan lagi menjumpai kekayaan semesta yang dari hari ke hari
mulai terpaksa punah demi mencapai "tujuan" manusia. Hal ini secara
jelas mengindikasikan bahwa jargon-jargon tentang humanisme (hormatilah
manusia) hanya berlaku untuk "hari ini saja" - sebab modernitas telah
membatasi humanisme masa depan dengan perlakuan tidak arif akan alam saat ini.
Memelihara: Istimewa tetapi Setara
Penyebab utama terjadinya
eksploitasi pada alam adalah manusia yang memandang dirinya lebih tinggi dari
alam. Pandangan ini menjadikan manusia seakan berkuasa penuh untuk menentukan
fungsi alam sesuai dengan kemauannya. Manusia cenderung terus mengkalkulasi
alam dan menetapkan fungsinya - manusia adalah tuan yang absolut atas alam.
Penetapan fungsi yang secara subjektif-imajinatif oleh manusia menjadikan
keteraturan alam tidak lagi berjalan harmonis.
Kesadaran yang perlu ditumbuhkan
dalam relasi manusia dengan alam adalah bahwa manusia memiliki tanggungjawab
untuk "memelihara" alam. Usaha pemeliharaan tersebut harus didasari
oleh kesadaran bahwa manusia memang mahkluk "istimewa" namun setara. Manusia
adalah "istimewa" karena manusia mampu menentukan fungsi alam;
manusia adalah "setara" dengan benda-benda karena berada dalam satu
fakta "keterlemparan". Dalam fakta "keterlemparan"
tersebut, manusia memang memiliki tanggungjawab untuk saling membantu manusia
lain untuk menemukan makna, yang salah satu caranya dengan mampu
"memlihara" alam sebagai sarana hidup bersama.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar