Halaman

Jumat, 23 Oktober 2015

ETIKA DUNIA MAYA

        Sosial media merupakan buah dari kemajuan teknologi yang membawa manusia pada kemudahan berkomunikasi. Sosial media pertama-tama bertujuan untuk memudahkan manusia dalam menjalin relasi. Dengan penggunaan sosial media, relasi antar individu tidak lagi tersekat oleh jarak geografis. Dengan adanya kemudahan dalam pengembangan relasi, aspek-aspek hidup manusia lainnya juga berkembang, seperti bisnis (online shop), diskusi-diskusi dalam upaya mengemukakan pendapat atau ide, dan sebagai usaha pemantik grakan sosial.


        Akan tetapi, perkembangan sosial media juga membawa dampak negatif dalam kaitannnya dengan relasi antar individu. Dalam realitas kita dapat menjumpai bagaimana orang dengan mudahnya melemparkan kritik yang tidak bertanggungjawab, pencemaran nama baik, mengganggu privasi orang lain, dan juga teror. Realitas tersebut menunjukkan bahwa kemudahan dalam menjalin relasi dalam penggunaan media sosial terkadang tidak mengindahkan aspek etika.
    Penulis berasumsi bahwa etika layaknya dalam hidup sosial juga tetap menjadi bagian penting dalam relasi di dunia maya. Oleh karena itu, pertanyaan kritis yang menjadi pisau bedah tulisan ini adalah: Bagaimana etika dalam menggunakan media sosial? Kita akan menjawab pertanyaan kritis-reflektif ini dalam kerangka pemikiran etika Aristoteles.

Etika Aristoteles
            Aristoteles adalah seorang filsuf yang hidup di zaman Yunani Kuno. Aristoteles menulis etikanya dalam pembahasan tentang hidup yang baik. Karya Aristoteles tentang etika tersebut ditulis dalam kerangka hidup sosial. Kehidupan yang baik tercapai lewat usaha memandang tujuan hidup yang paling tinggi yaitu "kebahagiaan". Tujuan hidup tersebut tercipta lewat realisasi rasio dan kearifan sebagai keutamaan untuk bertindak secara tepat (phronesis). Kemampuan phronesis berkembang lewat pembiasaan hidup etis dalam relasi dengan sesama dalam masyarakat.
            Phronesis tercapai lewat partisipasi dalam hidup bersama. Hal ini sungguh berkaitan dengan pandangan Aristoteles bahwa manusia adalah mahkluk sosial (zoon politicon). Dalam hal inilah relasi menjadi kunci penting dalam mencapai kebahagiaan pribadi, sebab relasi menjadi wadah dalam pembiasaan hidup etis. Pembiasaan hidup etis untuk mencapai kebahagiaan pribadi tidak pernah lepas dari upaya untuk  membentuk kebahagiaan hidup bersama sebagai tujuan tertinggi. Melalui relasi yang didasari kemampuan pribadi dalam bertindak secara tepat, maka kebahagiaan pribadi dan bersama dapat tercipta.

Etika Aristoteles dan Sosial Media
            Dalam perspektif etika Aristoteles, ada beberapa hal yang bisa kita gagas dalam menjawab pertanyaan bagaimana etika dalam menggunakan sosial media.
            Pertama, aspek membangun relasi yang baik dalam penggunaan sosial media perlu ditekankan. Relasi yang baik berkaitan dengan norma-norma sebagai sumber dari nilai. Membangun relasi yang baik melalui kepatuhan norma ini menjadi bagian penting dalam pembiasaan etis menuju pribadi yang baik. Seperti yang telah ditekankan oleh Aristoteles pembiasaan berelasi secara etis, termasuk dalam penggunaan sosial media, hendaknya memang selalu mengacu pada pengembangan sikap pibadi sebagai mahkluk sosial.
            Kedua, etika dalam media sosial tidak ubahnya bagaimana kita memilih suatu tindakan yang tepat berdasarkan kearifan. Relasi yang begitu terbuka dan mudah dalam media sosial tetap bersumber dari kearifan mengembangkan relasi yang baik serta membangun kepribadian sesama. Pada titik ini, penggunaan sosial media untuk pencemaran nama baik dan kritik yang bermaksud menjatuhkan dengan tertuju pada pembunuhan karakter adalah contoh tindakan yang tidak etis. Aristoteles menuliskan etikanya dalam konteks politis, artinya, kehidupan yang baik merupakan tujuan yang bersifat reciprocal (timbal balik) antar sesama manusia. Melalui tindakan reciprocal ini, setiap manusia dapat saling mengembangkan diri dalam hal keutamaan-keutamaan sebagai mahkluk sosial.
            Ketiga, kesadaran akan etika dalam media sosial tentu akan secara koletif mengarahkan pada terciptanya relasi yang dewasa dan membangun kehidupan bersama. Inilah level kehidupan baik untuk diri sendiri dan kehidupan bersama itu. Ketika setiap orang menghayati etika berelasi dalam menggunakan media sosial, maka kebaikan bersama akan tercipta. Dalam hal ini, sosial media sungguh-sungguh telah digunakan sebagai sarana aktif dalam menunjang dimensi hidup bersama, bukan hanya sebagai tempat untuk menunjukkan eksistensi diri. Sosial media menjadi bagian penting dalam hidup sosial apabila setiap penggunanya mampu menggunakannya secara bijak, misalnya sebagai tempat untuk mengutarakan pendapat tentang permasalahan umum, atau menjadi sarana diskusi keilmuwan dalam upaya mengembangkan kesejahteraan bersama. 


SUMBER BACAAN:

ARISTOTELES, Nicomachean Ethics Sebuah “Kitab Suci” Etika, terj. Embun Kenyowati, Penerbit Teraju, Jakarta, 1998.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar